Dunia
Anaknya Dibunuh, Istri Khadafi Kutuk NATO
"Nyawa tidak ada harganya lagi sekarang," ujar Safia Farkash Khadafi.
Sabtu, 28 Mei 2011, 11:18 WIB
Denny Armandhanu Hal ini disampaikannya pada sebuah wawancara khusus dengan stasiun televisi CNN, Jumat, 27 Mei 2011. Safia yang dinikahi Khadafi pada 1970, setahun setelah dia menjabat sebagai pemimpin Libya, mengatakan NATO tidak lagi menghargai nyawa manusia. "Nyawa tidak ada harganya lagi sekarang," ujarnya.
Safia menceritakan ketika empat rudal NATO menghantam kediamannya di Tripoli sesaat setelah salat Maghrib, 1 Mei lalu. Beruntung, kala itu Safia dan Khadafi tidak ada di tempat, namun putra bungsunya, Saif al-Arab, 29, dan ketiga cucunya tewas.
"Saya tidak di sana, tapi saya berharap ada di sana, saya lebih baik mati bersama anak saya (Saif al-Arab)," ujar Safia.
Safia adalah istri kedua dan ibu dari enam anak Khadafi yang seluruhnya berjumlah delapan orang. Tiga orang putranya tewas dalam serangan NATO. Dua di antaranya, Khamis dan Saif al-Islam, diduga adalah komandan tempur pasukan penyerang Khadafi. Safia membantah hal ini, dia mengatakan anak-anaknya adalah warga sipil tidak berdosa. "Anak-anak saya adalah warga sipil, dan mereka juga diserang. Memangnya apa salah mereka?" ujar Safia.
Safia mengutuk NATO atas pembunuhan tersebut. Dia mengatakan NATO telah salah sasaran dan telah melenceng dari tugasnya semula. Untuk itu, Saifa menuntut komunitas internasional untuk mengadili NATO.
"Mereka (NATO) merusak reputasi kami. Mereka telah melakukan kejahatan perang dan menuduh kami menyerang jutaan rakyat Libya. Secara sadar saya tidak akan membiarkan hal itu," tegas Safia.
Safia juga menyatakan mendukung suaminya yang menolak untuk mundur. Dia yakin dirinya dan suaminya serta seluruh pemerintahan Libya berada di pihak yang benar. "Kami akan hidup atau mati bersama-sama rakyat Libya. Pada akhirnya, sejarah yang akan membuktikannya," ujar Safia. (adi)
• VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
yuk comment....
^-^
komentar anda lebih berharga daripada isi blog saya