pengunjung

free counters

Selasa, 15 Maret 2011


AL-FARABI DAN IBNU SINA
A.    AL-FARABI
1.    Riwayat hidup, karya dan pandangan filsafatnya
Abunasr Muhammad Al-farabi(870-950), seorang keturunan parsi yang dilahirkan di kota Farab. Al-farabi belajar di Baghdad dan Harran, kemudian ia pergi ke Suria dan Mesir.[1]
Bahasa yang dikuasainya adalah bahasa iran , Turkestan, dan Kurdistan. Setelah besar, ia menuju Baghdad untuk belajar ilmu logika pada Abu Bisyr bin Mattius. Sesudah itu pindah ke Harran untuk berguru pada Yuhanna bin Jilan. Tidak lama setelah itu, ia kembali ke Baghdad untuk mendalami filsafat selama 30 tahun. Pada tahun 330 H, ia pindah ke Damsyik dan mendapat kedudukan baik. Di kota ini pada tahun 337 H ia wafat pada usia 80 tahun.[2]
Ia adalah komentator yang paling terpelajar dari karya Aristoteles. Karyanya tidak kurang dari 128 buah kitab. Dalam karyanya Al-ihsan Ul-ulum, ia memberikan tinjauan umum tentang sains. Buku ini terkenal di Barat dengan nama Gerard Cremona.[3]
Di antara karangan-karangannya ialah:
a.     Aghadlu ma Ba’da at-Thabi’ah
b.     Al-Jam’u baina ra’yai al-hakimain (panggabungan pikiran Aristoteles dan Plato)
c.      Tahsil as-sa’adah
d.     ‘Uyun ul-Masail
e.     Ara-u Ahl-il Madinah al-fadilah
f.       Ih-sha’u al-ulum
Filsafat Al-Farabi sebenarnya merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo-Platonisme dengan pemikiran islam yang jelas dan corak aliran Syi’ah Imamiah. Selain itu ia adalah filosof sinkretisme (pemaduan) yang percaya akan kesatuan filsafat.[4]
2.     Pemikiran tentang Tuhan
a.  Wujud yang mumkin, atau wujud yang nyata karena lainnya, seperti wujud cahaya yang tidak aka nada, jika tidak ada matahari. Cahaya itu sendiri sebenarnya bisa wujud dan tidak wujud.wujud yang mumkin tersebut menjadi bukti adanya sebab yang pertama (Tuhan), karena segala sesuatu yang mumkin harus berakhir pada sesuatu wujud yang nyata dan yang pertama kali ada.
b.   Wujud yang Nyata dengan yang sendirinya. Wujud ini tabiatnya itu sendiri menghendaki wujud-Nya, wujud yang apabila diperkirakan tidak ada, maka akan timbul kemuslihatan sama sekali. Ia adalah sebab yang pertama bagi semua wujud. Wujud yang wajib itu Tuhan.[5]

3.     Sifat Tuhan
Dalam metafisikanya teatang ketuhanan, Al-Farabi hendak menunjukkan keesaaan Tuhan dan ketunggalannya. Sifat Tuhan tidak berbeda dari zat-Nya, karena Tuhan itu tunggal. Tuhan benar-benar akal murni, karena yang menghalang-halangi sesuatu untuk menjadi akal dan berpikiran adalah berada maka sesuatu itu berada. Demikianlah keadaan wujud yang Pertama (Tuhan).
Zat Tuhan juga jadi objek pemikiran sendiri (ma’qul), maka zat Tuhan yang pertama itu juga adalah akal, zat yang berpikir, dan zat yang dipikirkan. Ia menjadi aqal, aqil, dam ma’qul.
Tuhan juga zat yang Maha Mengetahui tanpa perlu sesuatu yang lain untuk dapat mengetahui. Ilmu Tuhan terhadap dirinya tidak lain hanyalah zat-Nya itu sendiri. Dengan demikian, ia menjadi al-‘ilmu, al-‘alim, dan al-ma’lum.
Jadi menurut Al-Farabi tidak ada perbedaan antara sifat Tuhan dengan substansi Tuhan, sifat Tuhan juga berarti substansi Tuhan. Untuk menjelaskan bahwa substansi Tuhan itu sama dengan akal, Al-farabi mengambil pendapat Aristoteles.
4.     Pembuktian adanya Tuhan
Dalam hal ini, Al-farabi menggunakan dalil kosmologi. Dalil ini melihat alam sebagai akibat yang terakhir dalam rangkaian sebab dan akibat. Dengan melalui rentetan sebab akibat yang berdiri sendiri, tetapi dalam hal ini ada hubungannya sebagai sebab-sebab dan akibat-akibat pada akhirnya hubungan sebab akibat aka berhenti satu sebab yang pertama, karena pada dasarnya kita tidak dapat memikirkan adanya rentetan sebab akibat yang tidak berkesudahan. Selanjutnya, sebab pertama yang dicapai oleh rentetan sebab akibat itu dengan sendirinya bukan merupakan akibat, jadi sebab pertama itu merupakan kesudahan dari rentetan hubungan sebab akibat.
5.     Teori emanasi
Menurut teori ini, Tuhan itu esa sama sekali. Karena itu yang keluar daripada-Nya juga satu wujud saja sebab emanasi itu timbul karena pengetahuan Tuhan terhadap zat-Nya yang pertama.
Wujud yang pertama keluar dari Tuhan disebut akal pertama, dari pemikiran akal pertamadalam kedudukannya sebagai wujud yang wajib karena Tuhan, dan sebagai wujud yang mengetahui dirinya, maka keluarlah akal kedua dan seterusnya sampai akal kesepuluh.
Akal-akal tersebut tidak berbeda, tetapi merupakan pemikiran selamanya. Kalau pada Tuhan yaitu wujud yang pertama, hanya terdapat satu objek pemikiran yaitu zat-Nya, maka pada akal-akal tersebut ada dua objek pemikiran yaitu Tuhan zat yang wajibul wajib dan diri akal-akal itu sendiri.[6]

B.     IBNU SINA
1.     Rwayat hidup dan karyanya
Ibnu sina dilahirkan di desa Afsyanah, Transoxiana (Persia utara). Beberapa saat kemudian pindah ke Bukhara, dan ia memperoleh pengajaan tentang yurisprudensi, aritmatika, dan logika. Guru-gurunya adalah :Abdullah Al- Natili dan Ismail sang Zahid.ibnu sina juga mahir dalam bidang kedokteran. Ketika usia 17 tahun, ia dapat menyembuhkan penyakit yang tidak terobati. Pada usia 22 tahun, ayahnya meninggal dunia, dan ia pindah ke Jurjan. Dari sini ia pergi ke Khawarazn. Sesudah itu ia berpindah dari satu negeri ke negeri lain dan akhirnya sampai di Hamadzan. Hidupnya disibukkan dengan bekerja dan mengarang, oleh karena itu ia tertimpa penyakit yang tidak terobati. Tahun 428 H ia meninggal dunia di Hamadzan pada usia 58 tahun.[7]
Nama lengkapnya : Abdullah bin hasan bin ali ibnu sina, dalam bahasa latinnnya AVICENNA.
Ibnu sina mempelajari beberapa bidang ilmu pengetahuan, di antaranya :
a.     Ilmu-ilmu agama, ia sudah hapal al-quran pada usia 10 tahun.
b.     Ilmu falsafah,ia belajar pada seorang saudagar rempah-rempah di India.
c.      Ilmu politik
d.     Ilmu kedokteran, ia mempelajarinya pada umur 16 tahun dan dalam waktu 18 bulan, ia berhasil menguasainya.[8]
Pada usia 18 tahun, ia telah menguasai logika,fisika, dan matematika.
Buku-buku karangannya :
a.     Asy-Syifa, buku filsafat yang terpenting dan terbesar
b.     An-Najat, kitab penyelamat
c.      Al-Isyarat Wat tanbihat (diterbitkan di Leiden 1892 M, sebagian diterjemahkan ke dalam bahasa prancis.
d.     Al-Qanun, buku standar bagi universitas di Eropa
e.     Al-Hikmah Asy-Syirqiyyah

2.     Metafisika ibnu sina
Pemikirannya bertitik tolak pada pandangan filsafat yang membagi 3 jenis hal :
a.     Penting dalam dirinya sendiri, tidak perlu kepada sebab lain untuk kejadiannya selain dirinya sendiri, yaitu Tuhan.
b.     Berkehendak kepada yang lain
c.      Makhluk yang mungkin, yaitu bisa ada dan bisa pula tidak ada.

3.     Hukum sebab musabab
Penciptaan alam oleh Tuhan seluruhnya berbeda dengan pembuatan rumah oleh arsitek :
a.     Kalau rumah itu sudah dibangun, ia tidak perlu lagi wakil, sedangkan alam selamanya perlu wakil, sesudah alam diciptakan ia butuh terus kepada Tuhan.
b.     Wakil adalah dalam waktunya mendahului dari rumah itu. Dengan kata lain, sebab mendahului perbuatan dalam segala perubahan yang terjadi di alam.

4.     Tuhan maha mengatur dan maha mengetahui
Dalam membuktikan bahwa Tuhan mahatahu, maka ibnu sina pernah menghadapi 3 buah pernyataan yang berlawanan.pernyataan trsebut adalah :
a.     Filsafat Aristoteles yang mengatakan Tuhan berada di luar alam
b.     Tesis al-quran yang menyatakan bahwa Tuhan adalah mahatahu akan segala yang tidak terlihat.tidak ada sebutir atom / lebih kecil dari itu / lebih besar di langit dan bumi yang tersembunyi kepada-Nya, itulah seterang-terang bukti.
c.      Pendapat Plato dan Neoplatenis yang mengatakan bahwa Tuhan adalah prinsi pertama. Dia mempunyai sifat rangkap yaitu tahu dan pengetahuan.

5.     Pandangan tentang akal
Ibnu sina merumuskan tentang akal merupakan suatu kekuatan yang terdapat dalam jiwa. Menurutnya akal ada dua : akal manusia dan akal aktif. Akal manusia adalah semua pemikiran yang muncul dari manusia. Akal aktif adalah akal yang ada diluar daya kekuatan manusia. Selain itu ibnu sina juga merumuskan bahwa akal membawa alam semesta ke dalam bentuk-bentuk.




[1] Mr. H. Abdullah Siddik, Islam dan Filsafat, hlm. 89.
[2] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1991, hlm. 81.
[3] Ibid, hlm. 82.
[4] Ibid, hlm. 83.
[5] Ibid, hlm. 90.
[6] Ibid, hlm. 93-94.
[7] Ibid, hlm.116.
[8] Drs. Soedarsono,Filsafat Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hlm.42.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

yuk comment....
^-^
komentar anda lebih berharga daripada isi blog saya

Total Tayangan Halaman

Entri Populer